بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah, Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam. Semoga kita selalu mendapat rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah atas rosul-Nya
Muhammad saw beserta keluarganya. Dan semoga kita termasuk orang yang memperoleh syafaatnya di akhirat kelak. Aamin.
Manusia adalah makhluk yang
dianugerahi pikiran dan hawa nafsu dalam kehidupannya. Hal tersebut membuat
manusia selalu memiliki keinginan dan harapan dalam merancang kehidupan di masa
yang akan datang dan satu demi satu rancangan itu direalisasikan dari sekarang.
Dengan harapan besar itulah manusia merasa hidup, manusia memiliki tujuan dan
manusia memiliki gairah. Namun tidak semua harapan bisa tercapai, Tidak semua
mimpi dapat dihidupkan dan tidak semua kenyataan bisa dikontrol sepenuhnya
dengan rancangan-rancangan indah manusia. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan
harapan disitulah bangkitlah rasa kecewa.
Ketika kenyataan tidak sesuai
dengan harapan maka sebagai manusia yang penuh kehinaan akan merasakan rasa kecewa
yang teramat mendalam sesuai dengan tingkat harapan dan angan-angannya. Manusia
yang kecewa atas segala yang terjadi di dunia ini adalah manusia yang hina. Kenapa
seperti itu? Karena kita sangat menyadari bahwa nikmat tuhan atas kehidupan
kita sangatlah besar, bisa bernafas menghirup oksigen untuk keperluan metabolisme
tubuh, berjalan tak tentu arah menyenangkan keinginan, melihat segala keindahan
keagungan tuhan, mendengar merdunya lantunan kehidupan dan segalanya. Alangkah hinanya
kita masih punya rasa kecewa atas takdir yang menurut kita buruk hanya karena
tidak sesuai keinginan dan harapan yang hanya memperturutkan kehendak nafsunya.
Berawal dari rasa kecewa itulah, langkah
kaki tergetar untuk mengikuti sesuatu yang menyejukkan. Alhamdulillah, tuhan
mempertemukan saya dengan majelis di situasi dan kondisi yang pas ketika itu. Pas
di bulan suci Ramadhan saya dipertemukan dengan mejelis pengajian rutin tiap
hari membahas salah satu kitab karangan Syech Imam Al-Ghozali. Saya sangat
tersentuh dengan bahasan tersebut. walau saat itu rutinitas semakin padat namun
alhamdulillah masih sempat untuk rutin mengikuti kajian tersebut.
Singkat cerita, kajian tersebut sampai
di penghujungnya. Rasa sedih tak tertahankan, cucuran air mata tidak dapat
ditahan jatuh ketika akan tidur dan membayangkan bahwa esok sudah tidak ada kejian
seperti sebelumnya. kecewa kembali muncul ketika hati mulai senang karena ada
yang menasehati tentang apa arti hidup terhenti begitu saja. Dan ketakutan akan
bayang-bayang kekecewaan bangkit kembali. Disitulah hati tergerak untuk mencari
kajian yang sesuai dengan ilmu yang sudah saya dapatkan di kajian sebelumnya
namun belum dipertemukan. Hati yang ketakutan kembali memberontak untuk segera
diberikan obat dari rasa kekecewaan itu dan akhirnya pikiran yang jernih
memberikan usul untuk membeli litaratur buku terjemahan dari kitab yang dibahas
di kajian sebelumnya. Dan alhamdulillah bisa membeli terjemahan kitab plus 3
buku terjemahan kitab karya Syech Imam Al-Ghozali yang lain.
Hati merasa senang ketika 4 buku
tersebut sampai di depan pintu kamar pesakitanku. Saat itu hati sangat ingin
segera membaca buku-buku tersebut tetapi pikiran yang terlalu sibuk dengan
urusan dunia menghalangi niatan itu karena saat itu pikiran dituntut untuk
konsentrasi dengan tuntutan duniawi yang mewajibkan untuk mencapai angka yang
dapat dikonversi ke huruf yang membuat aman posisisku saat ini. Dan semoga Allah
memberikan yang terbaik untuk hambah-Nya ini. 😊
Setelah tuntutan itu sudah terlaksanakan
dengan alhamdulillah, saya merasakan kelancaran. Tiba saatnya untuk pulang ke kampung
halaman untuk libur dari penatnya rutinitas yang ada. Ketika berkemas untuk
pulang kampung. Saya melihat tumpukan buku yang sangat menarik hati dan ternyata
benar. Tumpukan itu adalah buku-buku yang sangat menarik pandangan hati. Singkat
cerita saya membawa buku-buku tersebut untuk menemani di kampung halaman. Ketika
di perjalanan kereta api yang memakan waktu separuh hari. Hati tak kuasa untuk membiarkan
mata tidak membaca buku di dalam tas. Dan akhirnya terbacalah buku tersebut.
Di buku tersebut ada suatu hadist yang membuat
saya tertarik untuk mengulasnya dan mencari literatur di beberapa laman yang
ada di internet hasilnya seperti ini
Sabda Rasulullah saw.
عن سهل بن سعد قال جاء جبريل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ
Dari Sahl bin Sa’ad ra, berkata:
Jibril datang kepada Nabi saw, lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah
sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka,
karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu,
karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” Kemudian dia
berkata:” Wahai Muhammad! Kemulian seorang mukmin adalah berdirinya dia pada
malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya
terhadap manusia.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu
Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921). Hadits ini
dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah
2/483).
Jibril datang kepada Nabi kita
Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam lalu berbicara kepada beliau dalam
konteks beliau sebagai salah seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dia tidak
berbicara kepada beliau dalam konteks sebagai Nabi ataupun Rasul, sehingga
perkataan Jibril dalam hadits ini adalah sebuah perkataan yang cocok dan baik
untuk semua hamba Allah. Oleh sebab itu marilah kita cermati perkataan Jibril
ini dengan seksama untuk seterusnya kita amalkan, karena ilmu menuntut kita
untuk mengamalkannya. Dan kalimat yang disampaikan oleh Jibril di sini adalah
kalimat yang ringkas, namun sarat akan makna.
Benar, kalimat tersebut adalah
kalimat yang terbatas, yang dengannya Jibril memberi nasihat kepada Nabi
Muhammad. Dan sekaligus ia adalah pengingat dan peringatan bagi setiap individu
dari ummat beliau sepeninggal beliau. Jika Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam
dinasehati, dan diingatkan Maka bagaimana dengan manusia selain beliau? Maka
pasti mereka lebih membutuhkan terhadap nasihat dan peringatan, mereka tidak
bisa lepas dari keduanya.
Yang ingin saya mengerti pertama
adalah nasehat pertama yaitu
“HIDUPLAH SESUKAMU, KARENA
SESUNGGUHNYA KAMU AKAN MATI”
Jibril memulai nasehatnya dengan
mengingatkan tentang kematian, karena kematian adalah hal yang paling banyak
ditakuti oleh manusia, meskipun hal tersebut ditakuti namun kedatangannya pasti
akan datang. Dan tidak ada yang tahu kecuali Allah swt kapan dan dimana
seseorang akan meninggal dunia. Kematian tidak dapat dimundurkan dan juga tidak
dapat dimajukan. Allah swt berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (Qs. Al-A’raf : 34)
Dalam ayat lain Allah swt
berfirman :
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Sesungguhnya kamu akan mati dan
Sesungguhnya mereka akan mati (pula). (Qs. Az-Zumar : 30)
Hadits yang mulia diatas
menunjukkan sebuah perintah, hiduplah sesukamu, hiduplah terserah engkau,
nikmatilah apa yang ada di dunia ini, tetapi ingat, kamu pasti akan
meninggalkan semuanya, kamu pasti akan mati. Dan tidak ada satupun kesenangan
di dunia ini yang ikut menemani engkau sampai mati. Karena pada hakikatnya kehidupan
dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan belaka.
Allah swt berfirman :
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Kehidupan dunia ini hanyalah
main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya”. [al-An’âm/6:
32]
Kehidupan dan kematian, sejatinya
bukan suatu hal yang perlu ditakuti, karena keduanya adalah salah satu diantara
bentuk kebesaran yang diberikan oleh Allah swt kepada kita. Allah ingin melihat
siapa diantara hambanya yang paling baik amalannya dalam menerima ujian
kehidupan dan kematian tersebut.
Allah swt berfirman :
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (Qs. Al-Mulk : 2)
Dunia dengan segala kemewahannya,
dapat memperdaya manusia. Menjadikan manusia lupa daratannya, lupa akan jati
dirinya. Sehingga menghalalkan segala cara hanya untuk mencari kesenangan
dunia. Fokusnya kepada tiga hal; Harta, Tahta, dan Wanita. Ketiga hal inilah
yang banyak manusia tergadaikan kehormatnnya, tergadaikan ketaatannya, dan
bahkan ada yang tergadaikan keimanannya. Jangankan orang awam yang kurang
pemahamannya terhadap agama, orang yang ‘alim (ahli dalam agama) kiyai, ulama,
ustadz sekalipun terkadang terjebak pada keinginan dunia, sehingga melupakan
kehidupan akhiratnya. Padahal Allah swt telah mengingatkan kita bahwa kehidupan
akhirat itu lebih baik dan kekal dibandingkan kehidupan dunia (wal akhiratu
khairuw wa abqo).
Setiap kematian anak cucu Adam,
seharusnya menjadi pelajaran bagi kita yang juga akan merasakan hal yang sama.
Ada dua keadaan kematian yang Allah tampakkan kepada kita. Husnul Khotimah dan
Su’ul Khotimah. Seseorang yang dicabut nyawanya dalam keadaan husnul khotimah,
orang tersebut dalam keadaan berdiri sholat, ruku, sujud, dan dalam keadaan
membacaan Al-Qur’an dan ketaatan-ketaatan lainnya. Sedangkan orang yang dicabut
nyawanya dalam keadaan su’ul khotimah, mereka yang dalam keadaan berzina,
mabuk-mabukan, mendzalimi orang lain, bahkan kemarin kita saksikan ada sebuah
video yang beredar seseorang yang lagi asyiknya berjoget dangdut, tiba-tiba
Allah cabut nyawanya. Gambaran tersebut diatas juga akan kita alami. Dan akan
menjadi rahasia selamanya dalam keadaan bagaimana Allah akan mencabut nyawa
kita. Tetapi Allah kabarkan kepada kita melalui lisan rasulNya tanda-tanda orang
yang akan Allah cabut nyawanya dalam keadaan husnul khotimah, secara umum
mereka yang selalu istiqomah berada dalam ketaatan kepada Allah swt. Rasulullah
saw menganjurkan kepada kita agar selalu meminta kepada Allah akhir kehidupan
yang baik dan berlindung kepadaNya akhir kehidupan yang buruk (Allahumma inna
nas aluka husnul khotimah wana’udzubika min su’il khatimah).
Kematian bagi seorang mukmin
bukanlah suatu hal yang menakutkan, bahkan kedatangannya sudah ditunggu.
Kenapa? Karena orang mukmin setiap harinya sudah siap, kapanpun dan dimanapun.
Orang mukmin selalu dalam ketaatan kepada Allah, mereka adalah orang yang
selalu meningkatkan nilai-nilai ketaqwaannya, dan banyak mempersiapkan bekal
untuk kehidupan yang abadi yaitu akhirat.
Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18).
Dalam bukunya Ahlur Rahmah, Syekh
Thaha Abdullah al Afifi mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad saw yakni Ali
bin Abi Thalib ra tentang taqwa, yaitu:
الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ
Takut kepada Allah yang Maha
Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan
diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya
(sedikit)
Selain itu, mukmin yang banyak
mengingat kematian kemudian dia termotivasi untuk selalu melakukan kebaikan,
dialah mukmin yang cerdas. Ibnu Majah
meriwayatkan dalam hadits berderajat hasan. Hadits ini dari Ibnu Umar, bahwa
ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saat Ibnu Umar duduk bersama
beliau.
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
“Wahai Rasulullah, orang mukmin
manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.”
Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab,
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya
menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling
cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Jadilah mukmin yang cerdas,
mukmin yang selalu ingat mati dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat.
Perkataan Malaikat Jibril menjadi cambuk bagi kita semua bahwa hidup di dunia
ini hanyalah sementara, dan yang pasti akan datang ialah kematian. Hiduplah
sesukamu, bisa kita ambil dengan memanfaatkan kehidupan yang diberikan oleh
Allah untuk beribadah kepadaNya. Karena manusia yang terbaik adalah mereka yang
panjang umurnya juga baik amalannya.
Akhir kata, Semoga tulisan ini
menjadi bahan cambukan bagi penulis untuk lebih baik lagi dan semoga menjadi
bahan pengingat untuk kita semua. Tidak lupa mari kita berdoa untuk semua orang
mukmin, para kyai, para ulama, orang tua kita semua, teman dan sahabat baik
kita dan para guru-guru kita termasuk Syech Imam Al-Ghozali agar diberikan
keberkahan dalam beramal dan diberikan ampunan atas dosa dan kekhilafannya.
Aamiin