Latar Belakang
Memberikan kemudahan bagi WP untuk membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal dan/atau Pasal 26; Memberikan kepastian hukum terkait status dan keandalan Bukti Pemotongan;
Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
Dasar Hukum:
Undang-Undang KUP
Undang-Undang PPh
PP Nomor 74 Tahun 2011
PMK-242/2014
PMK-243/2014
PMK-12/2017
Bukti Pemotongan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26, selanjutnya disebut Bukti Pemotongan adalah formulir atau dokumen lain yang dipersamakan yang digunakan oleh Pemotong PPh Pasal 23/26 sebagai bukti pemotongan dan pertanggungjawaban atas pemotongan PPh Pasal 23/26 yang dilakukan.
Bukti Pemotongan PEMBETULAN
Bukti Pemotongan yang dibuat untuk membetulkan kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan yang telah dibuat sebelumnya.
Bukti Pemotongan PEMBATALAN
Bukti Pemotongan yang dibuat untuk membatalkan Bukti Pemotongan yang telah dibuat sebelumnya karena adanya pembatalan transaksi.
Aplikasi e-Bupot 23/26
Aplikasi Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 Elektronik yang selanjutnya disebut Aplikasi e-Bupot 23/26 adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan, membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik.
Tanda Tangan ELEKTRONIK
tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Sertifikat ELEKTRONIK
Digital Certificate adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subyek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh DJP atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
Kewajiban Pemotong PPh Pasal 23/26
1.Membuat dan memberikan Bukti Pemotongan kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak untuk setiap transaksi;
2.Setiap Pemotong wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak;
3.Pemotong tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 jika tidak ada transaksi pemotongan PPh Pasal 23/26 (NIHIL) kecuali terdapat: Surat Keterangan Bebas (SKB); dan/atau Surat Keterangan Domisili (SKD); dan/atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
Bentuk SPT Masa dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26
SPT Masa terdiri dari:
1. Induk;
2. Daftar Bukti Pemotongan; dan
3. Daftar SSP, BPN dan/atau Bukti Pbk;
Bukti Pemotongan terdiri dari:
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23; dan
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26.
SPT Masa dan Bukti Pemotongan berbentuk:
1. Formulir kertas (hardcopy); atau
2. Dokumen elektronik.
Ketentuan Penerbitan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
1.Wajib Pajak, Kode Objek Pajak, dan Masa Pajak. Pemotong Pajak dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan untuk menggabungkan dua atau lebih transaksi sepanjang memenuhi ketentuan di atas
SPT Masa PPh Pasal 23/26 (Formulir Kertas)
Bagi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 TIDAK lebih dari 20 Bukti Pemotongan dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan menerbitkan Bukti Pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto TIDAK lebih dari Rp100.000.000,00 dalam satu Bukti Pemotongan.
Lampiran:
1. Bukti Pemotongan;
2. SSP atau BPN;
3. Bukti Pbk;
4. Surat Kuasa Khusus bermeterai cukup;
5. Fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi;
6. Fotokopi Surat Keterangan Domisili; dan
7. Fotokopi SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dibetulkan, termasuk lampiran dan Bukti Penerimaan Surat.
SPT Masa PPh Pasal 23/26 Elektronik
HARUS bagi Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 lebih dari 20 Bukti Pemotongan dalam 1 (satu) Masa Pajak;
Mmenerbitkan Bukti Pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dariRp100.000.000,00 dalam satu BuktiPemotongan;
Sudah pernah menyampaikan SPT Masa elektronik; dan/atau terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus dan KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Syarat untuk Menggunakan Aplikasi e-Bupot
Skema Penggunaan Aplikasi e-Bupot
Tata Cara Penerbitan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26
Penyebab Pembetulan SPT
Ketentuan Pembetulan Bukti Pemotongan
Pembetulan dapat dilakukan atas setiap bagian pada Bukti Pemotongan, kecuali untuk nomor Bukti Pemotongan.
Nomor yang dicantumkan dalam Bukti Pemotongan pembetulan adalah sama dengan nomor pada Bukti Pemotongan sebelum dibetulkan.
Pemotong Pajak harus mengisi tanggal sesuai tanggal diterbitkannya Bukti Pemotongan pembetulan. Pemotong Pajak harus melampirkan Bukti Pemotongan yang dibetulkan dengan Bukti Pemotongan pembetulan untuk selanjutnya dilampirkan dalam SPT pembetulan
Ketentuan Pembatalan Bukti Pemotongan
Pembatalan Bukti Pemotongan dapat dilakukan dalam hal transaksi yang terutang PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 ternyata dibatalkan.
Nomor yang dicantumkan dalam Bukti Pemotongan pembatalan adalah sama dengan nomor pada Bukti Pemotongan sebelum dibatalkan.
Pemotong Pajak harus mengisi kolom “Jumlah Penghasilan Bruto” dan kolom “PPh yang Dipotong” dengan nilai NOL (“0”). Selain kedua kolom tersebut, kolom diisi dengan data sebagaimana terdapat pada Bukti
Pemotongan yang dibatalkan.
Pemotong Pajak harus mengisi tanggal sesuai tanggal diterbitkannya Bukti Pemotongan pembatalan.
Pemotong Pajak harus melampirkan Bukti Pemotongan yang dibatalkan dengan Bukti Pemotongan pembatalan untuk selanjutnya dilampirkan dalam SPT pembetulan, apabila SPT pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan dokumen kertas (hard copy)
Ketentuan Penambahan Bukti Pemotongan
Penambahan Bukti Pemotongan dapat dilakukan jika ada transaksi yang seharusnya dipotong PPh
Pasal 23 dan/atau Pasal 26 tetapi belum dilakukan pemotongan atau penerbitan Bukti Pemotongan.
Nomor Urut yang dicantumkan dalam Bukti Pemotongan tambahan adalah lanjutan dari Nomor Urut Bukti Pemotongan yang telah diterbitkan.
Dalam hal penambahan Bukti Pemotongan tersebut terjadi di tahun-tahun berikutnya, maka Nomor Urut yang dicantumkan adalah lanjutan dari Nomor Urut Bukti Pemotongan yang terakhir diterbitkan di tahun terjadinya transaksi.
Masa Pajak yang dicantumkan dalam Bukti Pemotongan tambahan adalah Masa Pajak terjadinya transaksi yang terutang PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 tersebut.
Tanggal yang dicantumkan pada Bukti Pemotongan tambahan adalah tanggal diterbitkannya Bukti Pemotongan tambahan.
Pemotong Pajak membetulkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 yg telah dilaporkan.
Akibat Pembetulan Bukti Pemotongan
Pembetulan dan Pembatalan Bupot
Pembetulan dan Pembatalan Bupot
Strategi Penerapan PERDirjen SPT Masa dan Bukti Potong PPh 23/26 Bertahap
0 komentar:
Posting Komentar